Islam melarang segala bentuk kerusakan dan keburukan
Allâh سبحانه وتعالى berfirman:
۞ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
Sesungguhnya Allâh memerintahkan (kepadamu) untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allâh melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. an-Nahl/16:90)
Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa semua perkara yang dilarang oleh Allâh سبحانه وتعالى dalam Islam pasti menyebabkan keburukan dan kerusakan, dan sebaliknya seluruh perkara yang diperintahkanNya pasti mengantarkan kepada kebaikan dan kemaslahatan1 .
Bahaya pergaulan bebas lelaki dan wanita
Islam melarang segala bentuk hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, kecuali dalam batasan-batasan yang sempit yang diperbolehkan dalam syariat Islam. Hal ini mengingat besarnya kerusakan dan fitnah yang akan timbul jika hubungan kedua jenis manusia tersebut dibebaskan tanpa ada batasan-batasan dari Allâh سبحانه وتعالى yang maha menciptakan dan mengetahui keadaan makhluk-Nya. Allâh سبحانه وتعالى berfirman:
اَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَۗ وَهُوَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ ࣖ
Bukankah Allâh yang menciptakan (alam semesta beserta isinya) maha mengetahui (segala sesuatu)? Dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (QS. alMulk/67:14).
Termasuk hubungan yang diharamkan dalam Islam karena besarnya kerusakan yang ditimbulkannya adalah pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan tanpa ada ikatan yang dibenarkan dalam syariat. Perbuatan ini akan menimbulkan banyak keburukan dan kerusakan besar, seperti bertemunya laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, berkenalan, berjabat-tangan, berduaan, berteman dekat dan berpacaran. Dan tentu saja semua hubungan yang tidak halal ini bisa mengantarkan kepada perbuatan zina dan penyimpangan akhlak lainnya. Naû’dzu billâhi min dzâlik.
Oleh karena itulah, para Ulama Ahlus sunnah melarang dan memperingatkan dengan keras tentang besarnya fitnah/kerusakan perbuatan ini, bahkan mereka menegaskan bahwa perbuatan ini merupakan biang segala keburukan dan kerusakan yang terjadi di masyarakat.
Imam Ibnul Qayyim رحمه الله berkata, “Tidak diragukan lagi bahwa membiarkan kaum perempuan bercampur (bergaul) bebas dengan kaum laki-laki adalah sumber segala bencana dan kerusakan, bahkan ini termasuk penyebab (utama) terjadinya berbagai melapetaka yang merata. Sebagaimana ini juga termasuk penyebab (timbulnya) kerusakan dalam semua perkara yang umum maupun khusus. Pergaulan bebas merupakan sebab berkembangpesatnya perbuatan keji dan zina, yang ini termasuk sebab kebinasaan massal (umat manusia) dan kemunculan wabah penyakit-penyakit menular yang berkepanjangan2 .
Ketika para pelacur bercampur (dengan bebas) bersama pasukan Nabi Mûsâ g, sehingga tersebarlah perbuatan zina di antara mereka, maka Allâh سبحانه وتعالى menimpakan kepada mereka wabah penyakit menular, yang berakibat matinya tujuh puluh ribu orang dalam satu hari. Dan kisah ini sangat populer (disebutkan) dalam kitab-kitab tafsir.
Oleh karena itu, termasuk penyebab besar (terjadinya bencana) kematian massal adalah banyaknya (terjadi) perbuatan zina karena membiarkan pergaulan bebas antara kaum perempuan dan kaum laki-laki.
Seandainya para pihak yang berwenang menyadari kerusakan (besar yang ditimbulkan) dari perbuatan ini dalam (urusan) dunia dan masyarakat -belum lagi terhadap urusan agamamaka mereka pasti akan melarang dengan sekeras-kerasnya perbuatan tersebut”.
‘Abdullâh bin Mas’ûd رضي الله عنه berkata, “Jika perbuatan zina telah nampak (tersebar) di suatu negeri, maka Allâh سبحانه وتعالى akan membinasakan negeri tersebut”3 .
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Bâz رحمه الله lebih menegaskan hal ini dalam ucapan beliau: “Dalildalil (dari al-Qur’an dan hadits Nabi ﷺ ) secara tegas menunjukkan haramnya (laki-laki yang) berduaan dengan perempuan yang tidak halal baginya, (demikian pula diharamkan) memandangnya, dan semua sarana yang menjerumuskan (manusia) ke dalam perkara yang dilarang oleh Allâh سبحانه وتعالى . Dalildalil tersebut sangat banyak dan kuat (semuanya) menegaskan keharaman pergaulan bebas, karena menyebabkan terjadinya perkara (kerusakan) yang sangat buruk akibatnya…
Maka, seruan agar perempuan ikut terjun di tempat-tempat kerja yang khusus bagi lakilaki adalah ajakan yang sangat berbahaya bagi (kebaikan) masyarakat Islam, yang termasuk dampak (negatif ) terbesarnya adalah pergaulan bebas yang termasuk sarana terbesar (yang menjerumuskan kepada) perbuatan zina, yang ini (pada gilirannya) akan menghancurkan masyarakat dan merusak nilai-nilai luhur serta budi pekerti baik mereka”4 .
Islam mengharamkan semua akses menuju hubungan tidak halal antara laki-laki dan Perempuan
Dalam rangka mencegah keburukan dan kerusakan besar akibat hubungan yang tidak halal ini, agama Islam mengharamkan semua sebab yang menjerumuskan ke dalam perbuatan buruk ini, di antaranya5 :
- Diharamkannya berduaan dengan lawan jenis, termasuk berduaan dengan sopir di mobil, dengan pembantu di rumah, dengan dokter di tempat prakteknya dan lain-lain. Banyak dalil yang menunjukkan hal ini, di antaranya sabda Rasûlullâh ﷺ : “Tidaklah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan kecuali setan akan menjadi yang ketiga” 6 .
- Diharamkannya safar (melakukan perjalanan jauh) bagi perempuan tanpa laki-laki yang menjadi mahramnya (suami, ayah, paman atau saudara lakilakinya). Dalil yang menunjukkan hal ini juga banyak sekali, di antaranya sabda Rasûlullâh ﷺ, “Janganlah sekalikali seorang perempuan bersafar kecuali bersama dengan mahramnya”7 .
- Diharamkannya memandang dengan sengaja kepada lawan jenis, berdasarkan firman Allâh سبحانه وتعالى yang artinya:
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allâh Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka.” (QS an-Nûr/24: 30-31).
- Diharamkannya menemui seorang perempuan tanpa mahram, meskipun dia saudara suami (ipar), berdasarkan sabda Rasûlullâh ﷺ, “Waspadalah kalian (dari perbuatan) menemui perempuan (tanpa mahram)”. Ada yang bertanya: Wahai Rasûlullâh, bagaimana dengan al-hamwu (ipar dan kerabat suami lainnya)?”. Rasûlullâh ﷺ bersabda, “Alhamwu adalah kebinasaan”8 . Artinya: Keburukan yang ditimbulkannya lebih besar karena biasanya seorang perempuan menganggap biasa jika berduaan dengan kerabat suaminya9 .
- Diharamkannya laki-laki menyentuh perempuan, meskipun untuk berjabat tangan10. Pembahasan ini akan kami uraikan dengan lebih rinci dalam sub bab berikutnya.
- Disyariatkan dan dianjurkannya bagi kaum perempuan untuk shalat di rumah dan itu lebih baik daripada shalat mereka di masjid, dalam rangka menghindari fitnah yang timbul jika mereka sering keluar rumah. Rasûlullâh ﷺ bersabda, “Janganlah kalian melarang para wanita (untuk melaksanakan shalat) di masjid, meskipun (shalat mereka) di rumahrumah mereka lebih baik bagi mereka.”11.
- Diharamkannya perempuan sering keluar rumah tanpa ada keperluan yang dibenarkan dalam syariat, dengan syarat tidak berdandan dan bersolek karena akan menimbulkan fitnah bagi laki-laki. Allâh سبحانه وتعالى berfirman yang artinya:
“Dan hendaklah kalian (wahai istri-istri Nabi) menetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj (sering keluar rumah dengan berhias dan bertingkah laku) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allâh dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allâh bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait (istri-istri Nabi) dan membersihkan kamu sebersihbersihnya.” (QS al-Ahzâb/33:33).
- Diharamkannya perempuan keluar rumah dengan memakai wangi-wangian, karena akan menimbulkan fitnah yang besar. Rasûlullâh ﷺ bersabda ang artinya: Seorang wanita, siapapun dia, jika dia (keluar rumah dengan) memakai wangiwangian, lalu melewati kaum laki-laki agar mereka mencium bau wanginya maka wanita adalah seorang pezina12.
Larangan menyentuh lawan jenis yang bukan mahram
Mahram bagi perempuan adalah semua laki-laki yang diharamkan dalam Islam untuk menikahinya selamanya, karena hubungan nasab, misalnya ayah dan saudara laki-lakinya, sebab yang mubah (boleh) tentang keharamannya (pernikahan), misalnya suami, bapak mertua dan putra dari suami, atau karena hubungan radhâ’ah (persusuan), misalnya ayah dan saudara laki-laki sepersusuan13.
Adapun perempuan yang termasuk mahram bagi laki-laki, di antaranya: ibunya, neneknya, saudara perempuannya, anak dan cucu perempuannya, ibu mertuanya, anak perempuan dari istri yang telah digaulinya, dan lain-lain.
Islam melarang dan mengharamkan laki-laki untuk menyentuh perempuan yang bukan mahramnya, demikian juga sebaliknya, termasuk berjabat tangan untuk berkenalan, bermaaf-maafan, berterima kasih atau alasan-alasan lainnya. Sebab, perbuatan ini akan mengantarkan kepada dampak negatif dan keburukan besar, seperti yang kami uraikan di atas.
Banyak hadits yang shahîh dari Rasûlullâh ﷺ yang menjelaskan larangan dan keharaman hal ini, di antaranya:
- Dari Aisyah رضي الله عنها (istri Rasûlullâh ﷺ), Beliau ﷺ menceritakan tentang baiat kaum wanita (mukminah) kepada Rasûlullâh ﷺ , beliau berkata: Rasûlullâh ﷺ sama sekali tidak pernah menyentuh seorang wanita pun dengan tangan beliau. Beliau ﷺ mengambil baiat wanita (dengan ucapan saja dan tanpa berjabat tangan), setelah membaiat wanita, beliau ﷺ bersabda kepadanya, “Pergilah, sungguh aku telah membaiatmu.”14.
Imam Nawawi رحمه الله , seorang imam besar dari madzhab Syafi’i menyebutkan beberapa pelajaran dari hadits ini, di antaranya, tidak boleh menyentuh kulit wanita yang bukan mahram tanpa (ada alasan) darurat, seperti berobat dan lain-lain15.
- Dari Umaimah binti Ruqaiqah x dia berkata, “Aku pernah mendatangi Rasûlullâh ﷺ bersama para wanita (muslimah) untuk membaiat Beliau ﷺ . Lalu Beliau ﷺ bersabda, “Sesuai dengan kemampuan dan kesanggupan kalian. Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan kaum perempuan (yang bukan mahram)”. Ini teks Ibnu Mâjah.16.
Hadits ini menguatkan penjelasan yang disebutkan oleh Imam Nawawi رحمه الله di atas.
- Dari Ma’qil bin Yasâr z bahwa Rasûlullâh ﷺ bersabda yang artinya : Sungguh jika kepala seorang laki-laki ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik baginya daripada dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya (bukan istri atau mahramnya)17.
Syaikh al-Albâni رحمه الله berkata, “Dalam hadits ini terdapat ancaman yang sangat keras bagi seorang (laki-laki) yang menyentuh perempuan yang tidak halal baginya. Ini (juga) menunjukkan haramnya berjabattangan dengan perempuan (selain istri atau mahram), karena ini termasuk dalam makna menyentuh, tanpa diragukan lagi. Sungguh keburukan ini di zaman sekarang telah menimpa banyak dari kaum Muslimin, yang di antara mereka ada orang-orang yang berilmu (paham agama Islam). Seandainya mereka mengingkari keburukan ini (meskipun) dalam hati mereka, maka paling tidak keburukan ini akan sedikit berkurang. Akan tetapi, mereka justru menganggap halal keburukan tersebut, dengan berbagai macam cara dan pentakwilan. Sungguh telah sampai kepadaku (berita) bahwa seorang tokoh yang diagungkan di (Universitas) al-Azhar (di Mesir) pernah disaksikan beberapa orang sedang berjabattangan dengan beberapa orang perempuan (yang bukan mahramnya). Kita mengadukan kepada Allâh سبحانه وتعالى tentang keterasingan ajaran Islam (di tengah umat)”18.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum Muslimin untuk memotivasi mereka agar menjauhi hal-hal yang dilarang Islam, guna menjamin keselamatan dan kebaikan hidup mereka di dunia dan akhirat. Wallâhu a’lam.
Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
1 Lihat Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 447.
2 Seperti penyakit AIDS dan penyakit-penyakit menular seksual lainnya. Na’ûdzu billâhi min dzâlik.
3 Ath-Thuruqul Hukmiyyah hlm. 407-408.
4 Majallatul Buhûtsil Islâmiyyah VII/343.
5 Lihat Hirâsatul Fadhîlah hlm. 101-102 dengan diringkas.
6 HR at-Tirmidzi no. 2165 dan Ahmad 1/26, dinyatakan berderajat shahîh oleh at-Tirmidzi dan al-Albâni.
7 HSR al-Bukhâri no. 2844 dan Muslim no. 1341.
8 HSR. al-Bukhâri no. 4934 dan Muslim no. 2172.
9 Lihat Fathul Bâri 9/332.
10 Lihat keterangan al-Albâni dalam ash- Shahîhah I/395.
11 HR Abu Dâwûd no. 567, Ahmad II/76 dan al-Hâkim no. 755. Dihukumi berderajat shahîh oleh al-Hâkim, adz-Dzahabi dan al-Albâni.
12 HR. an-Nasâ›i no. 5126, Ahmad IV/413 dan lain-lain. Dihukumi berderajat hasan oleh al-Albâni.
13 Lihat Fathul Bâri IV/77 dan Majmû’u Fatâwâ wa Maqâlâti asy-Syaikh Bin Bâz XV241.
14 HSR. Muslim III/1489, no. 1866 dalam bab bagaimana (Rasûlullâh ﷺ ) membaiat wanita.
15 Lihat Syarh Shahîh Muslim XIII/10.
16 HR an-Nasâ’i no. 4181, at-Tirmidzi no. 1597) dan Ibnu Mâjah no. 2874. Dihukumi sebagai hadits yang berderajat hasan shahîh oleh Imam at-Tirmidzi dan Ibnu Hajar (Fathul Bari 13/204).
17 HR ath-Thabrâni al-Mu’jamul Kabîr no. 486 dan 487 dan ar-Rûyâni dalam al-Musnad I/227. Hadits hasan. Lihat ash- Shahîhah no. 226.
18 Ash- Shahîhah I/225, no. 226.
Baituna edisi 08/Thn. XVIII Safar 1436 H / Desember 2014 M